Gagal Ginjal Kronik
Muhammad
Sjaifullah Noer, Ninik Soemyarso
PENDAHULUAN
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah keadaan
dimana terjadi penurunan fungsi ginjal secara progresif, terdiri dari GGK
ringan, sedang, berat sampai gagal ginjal terminal atau tahap akhir. Penurunan
fungsi ginjal terjadi sesuai dengan penurunan jumlah dari massa ginjal (tabel
1). Fungsi ginjal dinyatakan sebagai laju filtrasi glomerulus (LFG) (1)
Tabel 1.
Pembagian gagal ginjal kronik
|
Massa
ginjal yang masih berfungsi(%)
|
LFG
ml/menit/1.73m2
|
Gejala-gejala
|
Gagal ginjal ringan
|
50 – 25
|
80 – 50
|
Asimptomatik
|
Gagal ginjal sedang
|
25 – 15
|
50 – 30
|
Gangguan metabolik dan pertumbuhan
|
Gagal ginjal berat
|
15 – 5
|
30 – 10
|
|
Gagal ginjal terminal
|
< 5
|
≤ 10
|
Membutuhkan
terapi pengganti ginjal
|
Dikutip
dari Rigden SPA. The management of chronic and end stage renal failure in
children. In Webb N, Postlethwaite Eds. Clinical paediatric nephrology 3rd
ed. Oxford University Press New York., 2003 : 428
ANGKA KEJADIAN
Angka kejadian gagal ginjal kronik sulit
ditentukan secara pasti. Pada tahun 1999, di United Kingdom diperoleh data 53,4
per 1 juta anak mengalami terapi pengganti ginjal di mana 2,4% terjadi pada
umur kurang dari 2 tahun, 6,4% pada umur 2-5 tahun, 20,5% pada umur 5-10 tahun,
41,2% pada umur 10-15 tahun dan 29,5% pada umur 15-18 tahun (1).
Data GGK di Indonesia belum diketahui secara pasti. Di RSCM Jakarta dilaporkan
21 dari 252 anak yang menderita penyakit ginjal kronik (2).
PENYEBAB
Penyebab terjadinya GGK bermacam-macam. Namun
terdapat tiga penyebab utama GGK pada anak yaitu kelainan kongenital, kelainan
herediter, dan glomerulonefritis. Macam macam penyebab GGK adalah sebagai
berikut : kelainan kongenital, kelainan herediter, glomerulonefritis, penyakit
multisistem (lupus eritematosus, henoch schoenlein, hemolitic urmic syndrome), misscelaneous
(penyakit neuromuskuler, tumor ginjal, syndroma drash). (1)
PATOFISIOLOGI
Ginjal mempunyai fungsi yang sangat penting
yaitu menghasilkan hormon-hormon misalnya eritropoitin, vitamin D3 aktif, membersihkan
toksin hasil metabolisme dalam darah, mempertahankan keseimbangan cairan,
elektrolit, dan asam basa, serta memegang peranan untuk mengontrol tekanan
darah(3). Pada gagal ginjal kronik, ginjal tidak mampu menjalankan
beberapa atau semua fungsi tersebut di atas. Penyebab utama gangguan fungsi
ginjal tersebut oleh karena berkurangnya massa ginjal oleh karena kerusakan
akibat proses imunologis yang terus berlangsung, hiperfiltrasi hemodinamik
dalam mempertahankan glomerulus, diet protein dan fosfat, proteinuria persisten
serta hipertensi sistemik(3). Berkurangnya massa ginjal akibat
kerusakan tersebut, akan menyebabkan terjadinya hipertrofi dan hiperfiltrasi
dari massa ginjal yang tersisa. Akibatnya akan terjadi hipertensi pada massa ginjal
tersebut yang dapat menyebabkan sklerosis glomerulus serta fibrosis dari
jaringan interstitial(3,4).
Ginjal mempunyai kemampuan yang besar untuk
melakukan kompensasi. Bila massa ginjal berkurang 50%, maka gejala-gejala pada
GGK masih belum terlihat. Gejala-gejala GGK mulai tampak bila massa ginjal
berkurang 50% sampai 80% misalnya uremia(3).
Uremia merupakan kumpulan gejala akibat
terganggunya beberapa sistem organ sebagai akibat penimbunan toksin dari
metabolisme protein(3). Tanda-tanda terjadinya gagal ginjal kronik
yaitu adanya ginjal yang mengecil dari foto X-Ray, osteodistrofi ginjal,
neuropati perifer serta terjadinya uremia(3).
Terjadinya osteodistrofi ginjal sebagai akibat
terjadinya hiperparatiroid sekunder. Pada GGK terjadi penurunan LFG, akibatnya
terjadi hiperfosfatemia yang akan merangsang kelenjar paratiroid untuk
memproduksi hormon paratiroid. Di samping itu pada GGK terjadi penurunan
aktifitas enzim 1 α-hidroxylase akan menyebabkan terjadinya hipokalsemia
dan hiperfosfatemia. Keadaan ini juga akan merangsang kelenjar paratiroid untuk
memproduksi hormon paratiroid. Ada dua macam bentuk osteodistrofi ginjal yaitu
osteitis fibrosa cystica yang ditandai dengan peningkatan aktifitas osteoclast
atau osteomalacia yang ditandai dengan penurunan aktifitas mineralisasi tulang
(3).
Neuropati yang terjadi lebih bersifat sensoris
dengan gejala timbulnya paraesthesia serta “sindroma restless leg”. Pada GGK
terjadi anemia normokromik normositik, akibat penurunan produksi eritropoitin
yang dalam keadaan normal diproduksi di endotel kapiler peritubular (3).
Pada gagal ginjal terminal merupakan fase akhir progresifitas dari gagal ginjal
kronik. Penderita mengalami kerusakan massa ginjal dalam jumlah sangat besar
sehingga untuk mempertahankan fungsi ginjal memerlukan terapi pengganti ginjal
baik dialisis atau transplantasi (3).
MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis pada GGK dapat disebabkan oleh
penyakit yang mendasari maupun akibat dari GGK sendiri yaitu : (1,2,5,6,7,8)
- Kegagalan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
- Penumpukan metabolit toksik atau toksin uremik
- Kekurangan hormon yang diproduksi di ginjal yaitu eritropoietin dan vit. D3 aktif
- Respon abnormal dari end organ terhadap hormon pertumbuhan
DIAGNOSIS (1,6)
Untuk menegakkan
diagnosa GGK, anamnesis merupakan petunjuk yang sangat penting untuk mengetahui
penyakit yang mendasari. Namun demikian pada beberapa keadaan memerlukan
pemeriksaan-pemeriksaan khusus. Pemeriksaan yang diperlukan untuk mengetahui
beratnya GGK adalah sebagai berikut :
·
Darah lengkap : hemoglobin, leukosit, trombosit,
differential count, hapusan darah.
·
Kimia darah :
o
Serum elektrolit (K, Na, Ca, P, Cl), ureum,
kreatinin, serum albumin, total protein, asam urat.
o
Analisa gas darah
o
Kadar hormon paratiroid
·
Pemeriksaan urin : albumin/protein, sedimen urin.
·
Laju Filtrasi Glomerulus, dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus Haycock-Schwartz
LFG
= ( K x h )
Pcr
o
LFG : Laju Filtrasi Glomerulus
o
K : konstanta sesuai dengan tinggi badan dan massa
otot
o
h : tinggi badan dalam cm
o
Pcr : kadar kreatinin dalam plasma (µmol/L atau
mg/dL)
o
Nilai K berbeda menurut umur
Umur
|
Pcr (mg/dL)
|
Preterm
|
0,27
|
Neonatus
|
0,37
|
Bayi ( 0-1 th )
|
0,45
|
Anak ( 2-12 th)
|
0,55
|
Perempuan ( 13-21
th )
|
0,55
|
Laki-laku ( 13-21
th)
|
0,70
|
- Foto tangan kiri dan pelvis untuk mengetahui bone age serta terjadinya osteodistrofi ginjal.
- Thorax foto, elektrokardiografi (EKG) dan echocardiografi untuk mengetahui terjadinya hipertrofi ventrikel.
- Pemeriksaan khusus yang diperlukan sesuai dengan penyakit yang mendasari :
- Ultrasonografi ginjal
- Voidingcystourography
- Radioisotop-Scans
- Antegrade pressure flow studies
- Intravenous urogram
- Urinalisis
- Pemeriksaan mikroskop urin, kultur
- Komplemen C3, C4, antinuklear antibodi, anti DNA antibodi, anti GBN antibodies, ANCA
- Biopsi ginjal
PENGOBATAN (1,2,3,4,6,9)
Penanganan penderita GGK meliputi penanganan :
- Penyakit yang mendasari
- Keadaan sebelum mencapai gagal ginjal terminal
- Gagal ginjal terminal
Penanganan penyakit yang mendasari misalnya
pengobatan glomerulonefritis, reflux nefropati, uropati obstruktif, serta
penyakit-penyakit sistemik yang mendasari.
Penanganan sebelum penderita mencapai gagal
ginjal terminal meliputi :
- Pengobatan secara konservatif
a) Pengobatan secara simptomatis, yaitu mengurangi gejala uremia seperti mual,
muntah
b) Mengusahakan kehidupan penderita menjadi normal kembali, sehingga dapat
melakukan aktifitas seperti sekolah dan kehidupan sosial
c) Mempertahankan pertumbuhan yang normal
d) Menghambat laju progresifitas menjadi gagal ginjal terminal
e) Mempersiapkan penderita dan keluarga untuk menjalani terapi pengganti
ginjal misalnya dialisis, transplantasi ginjal
- Pemberian nutrisi
Pemberian nutrisi
penting untuk memperbaiki nutrisi dan pertumbuhan penderita. Pemberian nutrisi
pada GGK:
a) Kalori yang adekuat mengacu pada recommended daily allowance (RDA)
Tabel2.
b) Protein yang diberikan harus cukup untuk pertumbuhan namun tidak
memperberat keadaan uremia. Tabel2.
c) Pemberian diet yang mengandung fosfat harus dibatasi untuk mencegah
terjadinya hiperparatiroidism sekunder. Dianjurkan mempergunakan kalsium
karbonat untuk mengikat fosfat.
Tabel 2. Kebutuhan kalori dan protein yang
direkomendasikan untuk anak dengan gagal ginjal kronik
Umur Tinggi Energi Minimal Ca P
( cm) (Kkal) protein(g) (g) (g)
0-12 bulan 55 120/kg
2,2/kg 0,4 0,2
2-6 bulan 63 110/kg
2,0/kg 0,5 0,4
6-12 bulan 72 100/kg
1,8/kg 0,6 0,5
1-2 tahun 81 1000 18 0,7 0,7
2-4 tahun 96 1300 22 0,8 0,8
4-6 tahun 110 1600 29 0,9 0,9
6-8 tahun 121 2000 29 0,9 0,9
8-10 tahun 131 2200 31 1 1
10-12 tahun 141 2450 36 1,2 1,2
12-14tahun L 151 2700 40 1,4 1,4
P 154 2300 34 1,3 1,3
14-18tahun L 170 3000 45 1,4 1,4
P 159 2350 35 1,3 1,3
18-20tahun L 175 2800 4,2 0,8 0,8
P 163 2300 33 0,8 0,8
- Pemberian cairan dan elektrolit
Pengaturan cairan
pada penderita GGK harus mengacu pada status hidrasi penderita. Dilakukan
evaluasi turgor kulit, tekanan darah, dan berat badan. Pada penderita GGK
dengan poliuria pemberian cairan harus cukup adekuat untuk menghindari
terjadinya dehidrasi. Harus ada keseimbangan antara jumlah cairan yang
dikeluarkan (urin, muntah, dan lain-lain) dengan cairan yang masuk. Pemberian
cairan juga harus memperhitungkan insensible water loss. Pembatasan
cairan biasanya tidak diperlukan, sampai penderita mencapai gagal ginjal tahap
akhir atau terminal.
- Koreksi asidosis dengan pemberian NaHCO3 1-2 mmol/kg/hari peroral dalam dosis terbagi. Keadaan asidosis yang berlangsung lama akan mengganggu pertumbuhan. Pengobatan asidosis harus dimonitor. Dosis harus disesuaikan dengan analisis gas darah. Pada asidosis berat dilakukan koreksi dengan dosis 0,3 kgBB x (12 - HCO3- serum) mEq/L iv. Satu tablet NaHCO3 500 mg = 6 Meq HCO3-.
- Osteodistrofi ginjal
Osteodistrofi ginjal
dapat dicegah dengan pemberian kalsium, pengikat fosfat serta vitamin D. Dosis
kalsium yang sering digunakan 100-300 mg/m2/hari. Vitamin D yang
sering digunakan 1,25 OHvitD3 (rocatrol) dengan dosis 0,25 μg/hari (15-40
ng/kgBB/hari).
- Hipertensi
Hipertensi pada GGK
penyebabnya multifaktor. Pengobatan hipertensi meliputi non farmakologis yaitu
diet rendah garam, menurunkan berat badan dan olah raga. Pengobatan
farmakologis, obat yang sering dipergunakan yaitu : diuretik, calcium channel
blocker, angiotensin receptor blocker, ACE (angiotensin converting enzym)
inhibitor, beta blocker,agonis adrenergik alfa,vasodilator perifer.
Pengobatan hipertensi
diawali dengan pemberian diuretik golongan furosemid 1-4 mg/kgBB/hari dibagi
1-4 dosis. Bila tidak berhasil dapat diberi antihipertensi calcium channel
blocker ( nifedepin 1-2 mg/kg/hari dibagi 4 dosis ), ACE inhibitor ( kaptopril
0,3 mg/kg/kali diberikan 2-3 kali sehari), beta blocker (propanolol 1-10
mg/kg/hari), dan lain-lain. Pada hipertensi krisis dapat diberikan nifedipin
secara sublingual 0,1mg/kg/kali maksimum 1 mg/kg/hari.
- Anemia
Pengobatan anemia
pada GGK dengan pemberian recombinant hormon eritropoietin (EPO), bila Hb
≤ 10 g/dl, Ht ≤ 30% dengan dosis 50 unit/kgBB subkutan dua kali
seminggu, dengan catatan serum feritin > 100 μg/L. Dosis dapat
ditingkatkan sampai target haemoglobin 10-12 mg/dL tercapai. Selain itu pemberian
asam folat diberikan pada penderita dengan defisiensi asam folat, dosis 1-5
mg/hari (selama 3-4 minggu). Penderita dengan dialisis diberi dosis rumatan 1
mg/hari.
- Gangguan jantung
Bila terjadi gagal
jantung dan hipertensi, maka pengobatan diberikan furosemide secara oral atau
intravena dan pemberian calcium channel blocker. Bila terjadi perikarditis dan
uremia berat adalah indikasi dilakukan dialisis.
- Gangguan pertumbuhan
Evaluasi pertumbuhan
penderita GGK terutama dibawah umur 2 tahun dengan melakukan pengukuran tinggi
badan, berat badan, dan lingkar kepala secara teratur. Sehingga adanya gangguan
pertumbuhan dapat segera diketahui. Pemberian nutrisi yang adekuat dapat
mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan. Terapi dengan recombinant growth
hormon (rhGH) dapat diberikan untuk mempercepat pertumbuhan dengan dosis 0,35
mg/kgBB atau 30 UI/m2 perminggu dibagi 7 dosis. Pemberian rhGH pada
anak-anak masa pubertal menunjukkan hasil yang memuaskan daripada anak-anak
usia pubertal.
Penanganan penderita
dengan gagal ginjal terminal dengan melakukan terapi pengganti ginjal meliputi
transplantasi ginjal dan dialisis.
a) Transplantasi ginjal merupakan pilihan utama pada GGT. Namun sebelum
dilakukan transplantasi ginjal sering penderita GGT harus menjalani dialisis
terlebih dahulu. Transplantasi ginjal yang dilakukan tanpa dialisis disebut
pre-emptive transplantation (1).
b) Dialisis dilakukan pada penderita dengan indikasi sebagai berikut :
·
Gejala-gejala uremia yaitu letargi, anoreksia,
muntah-muntah.
·
Hiperkalemia yang tidak respon dengan koreksi
·
Overload cairan
Ada 2 macam dialisis
yaitu :
·
Peritoneal dialisis
·
Hemodialisis
Pada anak peritoneal
dialisis lebih disukai daripada hemodialisis. Saat ini tindakan dialisis
cenderung dilakukan lebih awal yaitu bila LFG kurang dari 15 mL/menit/1,73 m2
luas permukaan tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Rigden SPA. The management of chronic and end stage
renal failure in children. In Webb N, Postlethwaite Eds. Clinical Paediatric
Nephrology 3rd ed. Oxford University Press Inc, 2003; 427-46.
2.
Sekarwana N, Rachmadi D, Hilmanto D. Gagal Ginjal
Kronik. Dalam Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO Eds. Buku Ajar
Nefrologi Anak 2nd ed. Bali penerbit FKUI Jakarta, 2002; 509-30.
3.
Fogo AB, Kon V. Pathophysiology of progressive
renal disease. In Avner ED, Harmon WE, Niaudet P Eds. Pediatric Nephrology.
Lippincott Williams & Wilkins USA, 2004; 1269-85.
4.
Kei-Chiu TN, Chiu MC. Pre-Renal Replacement Program
: Conservative Management of Chronic Kidney Disease. In Chiu MC, Yap HK Eds.
Practical Paediatric Nephrology. Medcom Limited Hongkong, 2005; 247-52.
5.
Yap HK. Anemia, Renal Osteodystrophy, Growth
Failure in Chronic Renal Failure. In Chiu MC, Yap HK Eds. Practical Paediatric
Nephrology. Medcom Limited Hongkong, 2005; 253-61.
6.
Winearls CG. Clinical Evaluation and Manifestation
of chronic Renal Failure. In Johnson RJ, Feecally J Eds. Comprehensive Clinical
Nephrology. Harcourt Publishers Limited London, 2000; section 14. 68 : 1-14.
7.
Fine RN, Whyte DA, Baydstrun II. Conservative
management of chronic renal insufficiency. In Avner ED, Harmon WE, Naudet P
Eds. Pediatric Nephrology. Lippincott Williams & Wilkins USA, 2004; 1291-305.
8.
Kuizon BD, Sausky IB. Renal Osteodistrophy. In
Avner ED, Harmon WE, Naudet P Eds. Pediatric Nephrology. Lippincott Williams
& Wilkins USA, 2004; 1291-305.
9.
Goonasekera CDA, Dillon MJ. Thhe child with
hypertension. In Webb N, Postlethwaite Eds. Clinical Paediatric Nephrology 3rd
ed. Oxford University Press Inc, 2003; 151-61.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar