Efek
samping yang ditimbulkan akibat transfusi darah terus menerus pada
pasien hemodialisis kini teratasi dengan pemberian hormon eritropoietin.
Sayangnya, terapi ini masih sangat mahal
Gejala anemia, merupakan keluhan yang sering muncul pada pasien
gagal ginjal kronik atau pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi.
Sampai saat ini, prinsip terapi anemia akibat kondisi penyakit di atas
adalah dengan transfusi sel-sel darah merah dan pemberian hormon
testosteron. Meskipun transfusi dalam waktu singkat mampu meningkatkan
jumlah sel darah merah, namun pengulangan transfusi menimbulkan berbagai
masalah baru, termasuk menumpuknya zat besi, berkembangnya antibodi
tertentu, dan terbukanya kemungkinan infeksi virus. Testosteron juga
mampu menstimulasi produksi sel darah merah oleh sumsum tulang belakang,
namun efeknya cenderung tidak dramatis bahkan penggunaan hormon ini
sering menibulkan efek samping yang berkaitan dengan kejantanan.
Sejak awal 90-an, mulai dikenalkan pemberian Recombinant human erythropoietin
(EPO) untuk terapi anemia pada pasien gagal ginjal kronis yang harus
menjalani hemodialisis. EPO tergolong hormon glikoprotein yang merupakan
sitokin eritrosit, atau bentuk awal sel darah merah di sumsum tulang
belakang. Sebagai agen terapi, EPO pertama kali diisolasi dan dimurnikan
dari urin di tahun 1977. Tahuan 1983, gen eritropoietin diisolasi dan
dikloning. Hal ini mendorong produksi hormon ini dalam jumlah besar
hingga akhirnya berujung pada penggunaan untuk pasien gagal ginjal di
tahun 1990. Untuk kondisi ini, EPO diberikan baik melalui intravena saat
proses dialisis maupun diberikan secara subkutan.
Terapi dengan EPO saat ini merupakan hal yang paling mungkin
dilakukan sebagai alternatif pengganti transfusi. Pada awalnya, studi
percobaan yang sudah dilakukan menduga kalau usaha mengatasi anemia pada
pasien gagal ginjal kronik bisa jadi akan merugikan karena akan
mempercepat progresivitas gagal ginjal. Namun kini meskipun pengalaman
klinis penggunaan agen ini masih sangat diperketat terutama untuk pasien
penyakit ginjal tahap akhir, beberapa studi terkini sudah dilaporkan
dan hasilnya ternyata positif. Review dari berbagai studi sebagian besar
menyimpulkan bahwa penggunaan EPO terbukti menguntungkan dan bisa
ditolerir dengan baik tanpa ada efek terhadap progresivitas gagal
ginjal.
Pasa pasien anemia karena gagal ginjal kronik, terapi dengan
eritropoietin kini sudah menjadi praktik standard dan secara dramatis
mampu menurunkan kebutuhan akan transfusi darah. Kenaikan hematokrit
terlihat pada pasien yang diterapi dengan eritropoietin, dan secara umum
menyebabkan perbaikan dalam stamina. Pemberian eritropoeitin juga bisa
ditolerir dengan baik. Namun satu hal yang penting dalam penggunaan
hormon ini adalah memonitor status zat besi pasien. Pasien yang mngalami
defisiensi zat besi berarti tidak cukup merespon pemberian
eritropoietin.
Salah satu studi penggunaan EPO dilakukan oleh Urabe dkk dari
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Tokyo,
Jepang. Mereka merekrut orang normal dan pasien anemia akibat gagal
ginjal kronik yang menjalani hemodialisis sebagai subjek studi. EPO
dosis 300 U/kg diberikan intravena pada setiap orang normal dalam studi
Fase I. Hasilnya, tidak ada perubahan baik subjektif maupun objektif.
Pada studi Fase II, sebanyak 66 pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis dengan kadar hematokrit kurang dari 20%, diberi
EPO dosis 50 U/kg hingga 200 U/kg dua atau tiga kali seminggu. Ternyata
hematokrit meningkat secara signifikan dalam waktu 12 minggu, dan
kondisi pasien membaik. Pasien yang sebelumnya selalu membutuhkan
transfusi darah menjadi terbebas dari rutinitas ini selama masa studi.
Tidak ada efek samping yang jelas yang mengindikasikan tingkat efikasi
dan keamanan eritropoietin untuk terapi anemia akibat gagal ginjal
kronik.
Sayangnya meski sangat menguntungkan, terapi dengan eritropoietin
masih sangat mahal. Beberapa suntikan dibutuhkan setiap minggunya untuk
EPO dalam formula aslinya, namun untuk EPO dengan formulasi aksi panjang
(long-acting), cukup sekali suntikan setiap dua minggu. Semua
bentuk EPO dalam berbagai formulasi masih mahal. Di Amerika Sikat,
pasien dialisis yang menggunakan EPO seumur hidupnya harus mengeluarkan
dana sekitar 10.000 dolar per tahun. Pasien kemoterapi yang notabene
membutuhkan EPO dalam waktu relatif singkat dibandingkan pasien
dialisis, harus merogoh kantong sekitar 1.000 dolar per bulan.
|
Seperti tercetak di Majalah Farmacia Edisi Maret 2007
, Halaman: 26
(2975 hits)
|
Selasa, 28 Agustus 2012
Kurangi Transfusi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar