Selasa, 28 Agustus 2012

Kurangi Transfusi

 
 
Efek samping yang ditimbulkan akibat transfusi darah terus menerus pada pasien hemodialisis kini teratasi dengan pemberian hormon eritropoietin. Sayangnya, terapi ini masih sangat mahal
 
Gejala anemia, merupakan keluhan yang sering muncul pada pasien gagal ginjal kronik atau pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi. Sampai saat ini, prinsip terapi anemia akibat kondisi penyakit di atas adalah dengan transfusi sel-sel darah merah dan pemberian hormon testosteron. Meskipun transfusi dalam waktu singkat mampu meningkatkan jumlah sel darah merah, namun pengulangan transfusi menimbulkan berbagai masalah baru, termasuk menumpuknya zat besi, berkembangnya antibodi tertentu, dan terbukanya kemungkinan infeksi virus. Testosteron juga mampu menstimulasi produksi sel darah merah oleh sumsum tulang belakang, namun efeknya cenderung tidak dramatis bahkan  penggunaan hormon ini sering menibulkan efek samping yang berkaitan dengan kejantanan.
Sejak awal 90-an, mulai dikenalkan pemberian Recombinant human erythropoietin (EPO) untuk terapi anemia pada pasien gagal ginjal kronis yang harus menjalani hemodialisis. EPO tergolong hormon glikoprotein yang merupakan sitokin eritrosit, atau bentuk awal sel darah merah di sumsum tulang belakang. Sebagai agen terapi, EPO pertama kali diisolasi dan dimurnikan dari urin di tahun 1977. Tahuan 1983, gen eritropoietin diisolasi dan dikloning. Hal ini mendorong produksi hormon ini dalam jumlah besar hingga akhirnya berujung pada penggunaan untuk pasien gagal ginjal di tahun 1990. Untuk kondisi ini, EPO diberikan baik melalui intravena saat proses dialisis maupun diberikan secara subkutan.
Terapi dengan EPO saat ini merupakan hal yang paling mungkin dilakukan sebagai alternatif pengganti transfusi. Pada awalnya, studi percobaan yang sudah dilakukan menduga kalau usaha mengatasi anemia pada pasien gagal ginjal kronik bisa jadi akan merugikan karena akan mempercepat progresivitas gagal ginjal. Namun kini meskipun pengalaman klinis penggunaan agen ini masih sangat diperketat terutama untuk pasien penyakit ginjal tahap akhir, beberapa studi terkini sudah dilaporkan dan hasilnya ternyata positif. Review dari berbagai studi sebagian besar menyimpulkan bahwa penggunaan EPO terbukti menguntungkan dan bisa ditolerir dengan baik tanpa ada efek terhadap progresivitas gagal ginjal.
Pasa pasien anemia karena gagal ginjal kronik, terapi dengan eritropoietin kini sudah menjadi praktik standard dan secara dramatis mampu menurunkan kebutuhan akan transfusi darah. Kenaikan hematokrit terlihat pada pasien yang diterapi dengan eritropoietin, dan secara umum menyebabkan perbaikan dalam stamina. Pemberian eritropoeitin juga bisa ditolerir dengan  baik. Namun satu hal yang penting dalam penggunaan hormon ini adalah memonitor status zat besi pasien. Pasien yang mngalami defisiensi zat besi berarti tidak cukup merespon pemberian eritropoietin.
Salah satu studi penggunaan EPO dilakukan oleh Urabe dkk dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Tokyo, Jepang. Mereka merekrut orang normal dan pasien anemia akibat gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis sebagai subjek studi. EPO dosis 300 U/kg diberikan intravena pada setiap orang normal dalam studi Fase I. Hasilnya, tidak ada perubahan baik subjektif maupun objektif.
Pada studi Fase II, sebanyak 66 pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis dengan kadar hematokrit kurang dari 20%, diberi EPO dosis 50 U/kg hingga 200 U/kg dua atau tiga kali seminggu. Ternyata hematokrit meningkat secara signifikan dalam waktu 12 minggu, dan kondisi pasien membaik. Pasien yang sebelumnya selalu membutuhkan transfusi darah menjadi terbebas dari rutinitas ini selama masa studi. Tidak ada efek samping yang jelas yang mengindikasikan tingkat efikasi dan keamanan eritropoietin untuk terapi anemia akibat gagal ginjal kronik.
Sayangnya meski sangat menguntungkan, terapi dengan eritropoietin masih sangat mahal. Beberapa suntikan dibutuhkan setiap minggunya untuk EPO dalam formula aslinya, namun untuk EPO dengan formulasi aksi panjang (long-acting), cukup sekali suntikan setiap dua minggu. Semua bentuk EPO dalam berbagai formulasi masih mahal. Di Amerika Sikat, pasien dialisis yang menggunakan EPO seumur hidupnya harus mengeluarkan dana sekitar 10.000 dolar per tahun. Pasien kemoterapi yang notabene membutuhkan EPO dalam waktu relatif singkat dibandingkan pasien dialisis, harus merogoh kantong sekitar 1.000 dolar per bulan.

Seperti tercetak di Majalah Farmacia Edisi Maret 2007 , Halaman: 26 (2975 hits)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar